Penyakit
kelamin sudah lama dikenal di beberapa negara, terutama yang paling populer di
antaranya adalah Sifilis dan Gonorrhoe. Dengan semakin majunya ilmu
pengetahuan, makin banyak juga ditemukan jenis-jenis penyakit baru, sehingga
istilah Penyakit Kelamin yang dulu banyak disebut sudah dianggap tidak sesuai
lagi dan diubah menjadi Seksually Transmited Disease (STD) atau Penyakit
Menular Seksual (PMS).
Karena pada kenyataanya penyakit-penyakit tersebut tidak hanya mengenai juga
organ-organ yang lain.Dari tahun ke tahun insiden PMS bisa dikatakan semakin
meningkat, terbukti dari data yang diperoleh terlihat setiap tahun tidak kurang
dari 250 kasus baru ditemukan dan dari jumlah tersebut 30-50% merupakan
penyakit-penyakit yang tergolong PMS. Peningkatan Insident tersebut secara
tidak langsung juga terjadi karena semakin banyaknya kelompok perilaku-perilaku
berisiko tinggi, seperti : anak-anak usia remaja, PSK (Pekerja Seks Komersial),
pecandu narkotika, kaum homoseksual, dll.
Penyakit
Menular Seksual (PMS) adalah : Suatu gangguan/ penyakit-penyakit yang
ditularkan dari satu orang ke orang lain melalui kontak atau hubungan seksual.
Pertama sekali penyakit ini sering disebut ‘Penyakit Kelamin’ atau Veneral
Disease, tetapi sekarang sebutan yang paling tepat adalah Penyakit Hubungan
Seksual/ Seksually Transmitted Disease atau secara umum disebut Penyakit
Menular Seksual (PMS).
Beberapa Penyakit Menular Seksual yang sering ditemukan di Indonesia antara
lain:
1. Disebabkan oleh Bakteri : Gonorrhoe, Sifilis, Urethritis,
Vaginosis Bakterial
2. Disebabkan Virus : AIDS, Herpes Genitalis, Hepatitis B, Kondiloma
Akuminata
3. Disebabkan oleh Jamur : Kandidiasis Vaginosis
4. Disebabkan oleh Parasit : Scabies, Pedikulosis Pubis
B. PENCEGAHAN PMS
Prinsip utama dari pengendalian Penyakit Menular Seksual secara prinsip ada
dua, yaitu:
a. Memutuskan rantai penularan infeksi PMS
b. Mencegah berkembangnya PMS serta komplikasi-komplikasinya.
Gejala awal yang menjadi pertanda PMS, diantaranya :
1. benjolan atau lecet di sekitar alat kelamin
2. gatal atau sakit di sekitar alat kelamin
3. bengkak atau merah di sekitar alat kelamin
4. rasa sakit atau terbakar saat buang air kecil
5. buang air kecil lebih sering dari biasanya
6. demam, lemah, kulit menguning dan rasa nyeri sekujur tubuh
7. kehilangan berat badan, diare dan keringat malam hari
8. keluar cairan dari alat vital yang tidak biasa, berbau dan
gatal
9. pada wanita keluar darah di luar masa menstruasi dll
Pencegahan yang bisa dilakukan antara lain :
a. Tidak melakukan hubungan seks, tidak berganti-ganti
pasangan, menggunakan kondom setiap hubungan seks
b. Menghindari transfusi darah dengan donor yang tidak jelas
asal-usulnya
c. Kebiasaan menggunakan alat kedokteran maupun non medis
yang steril
Komplikasi dari PMS (termasuk AIDS) antara lain :
1. Kemandulan baik pria atau wanita
2. Kanker leher rahim pada wanita
3. Kehamilan di luar rahim
4. Infeksi yang menyebar
5. Bayi lahir dengan kelahiran yang tidak seharusnya, seperti
lahir sebelum cukup umur, berat badan lahir rendah, atau terinfeksi PMS
Perempuan lebih rentan tertular PMS dibandingkan dengan laki-laki. Alasan
utamanya adalah:
1. Saat berhubungan seks, dinding vagina dan leher rahim
langsung terpapar oleh cairan sperma. Jika sperma terinfeksi oleh PMS, maka
perempuan tsb pun bisa terinfeksi
2. Jika perempuan terinfeksi PMS, dia tidak selalu
menunjukkan gejala. Tidak munculnya gejala dapat menyebabkan infeksi meluas dan
menimbulkan komplikasi
3. Banyak orang — khususnya perempuan dan remaja — enggan
untuk mencari pengobatan karena mereka tidak ingin keluarga atau masyarakat
tahu mereka menderita PMS.
C. JENIS-JENIS PMS
1. GONORE
a. Definisi
Infeksi menular seksual yang disebabkan oleh bakteri doplococcus gram-negatif
Neisseria gonorrhoeae. Bakteri ini melekat dan menghancurkan membran sel epitel
yang melapisi selaput lendir terutama epitel yang melapisi kanalis endoserviks
dan uretra.
b. Epidemiologi
Angka infeksi paling tinggi pada kaum muda, dengan yang tertinggi pada
perempuan berusia 15-19 tahun dan laki-laki berusia 20-24 tahun, dan pada
laki-laki yang berhubungan seksual dengan sesama jenis.
c. Gejala dan tanda
Respon peradangan yang cepat disertai dekstruksi sel menyebabkan keluarnya
sekret purulen kuning kehijauan khasdari uretra pada pria dan ostium serviks
pada perempuan. Gejala dan tanda pada laki-laki dapat muncul 2 hari setelah
pajanan dan mulai dengan uretritis, didikuti oleh sekret yang purulen, disuria,
sering berkemih dan malaise, gatal-gatal pada anus sedangkan pada perempuan,
gejala dan tanda timbul dalam 7-21 hari yang dimulai dengan sekret vagina,
nyeri abdomen, nyeri rectum, gatal, dan tenesmus.
d. Pemeriksaan diagnostik
Gonore dapat didiagnosis dengan cepat dengan pewarnaan gram terhadap apusan
eksudat yang diambil dari tempat infeksi. Apusan positif bila ditemukan
diplokoccus gram negatif intra sel. Untuk memastikan diagnosis harus dilakukan
pembiakan dari semua kemungkinan tempat infeksi.
e. Terapi
Gonorea dapat disembuhkan dengan penisilin mulai tahun 1940-an, namun sekarang
banyak brkembang galur-galur gonorea yang resisten panisilin. Terapi yang saat
ini direkomendasikan adalah golonga sefalosporin dan fluorokuinolon . Semua
kontak seksual pasien yang terinfeksi harus dievaluasi dan ditawarkan terapi
profilaktik.
2. SIFILIS
a. Definisi
Sifilis adalah penyakit menular seksual yang disebabkan oleh Treponema
pallidum.
b. Penyebab
Bakteri Treponema pallidum. Bakteri ini masuk kedalam tubuh manusia melalui
selaput lendir (misalnya di vagina atau mulut) atau melalui kulit. Dalam
beberapa jam, bakteri akan sampai ke kelenjar getah bening terdekat, kemudian
menyebar ke seluruh tubuh melalui aliran darah. Sifilis juga bisa menginfeksi
janin selama dalam kandungan dan menyebabkan cacat bawaan.
c. Gejala
Gejala biasanya mulai timbul dalam waktu 1-13 minggu setelah terinfeksi;
rata-rara 3-4 minggu. Infeksi bisa menetap selama bertahun-tahun dan jarang
menyebabkan kerusakan jantung, kerusakan otak maupun kematian. Infeksi oleh
Treponema pallidum berkembang melalui 4 tahapan: Fase Primer, Fase Sekunder,
Fase Laten, dan Fase Tersier.
d. Diagnosa
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala-gejalanya. Diagnosis pasti ditegakkan
berdasarkan hasil pemeriskaan laboratorium dan pemeriksaan fisik. Ada 2 jenis
pemeriksaan darah yang digunakan:
1. Tes penyaringan : VDRL (venereal disease research
laboratory) atau RPR (rapid plasma reagin).
2. Pemeriksaan antibodi terhadap bakteri penyebab sifilis.
Pemeriksaan ini lebih akurat.
e. Pengobatan
Penderita sifilis fase primer atau sekunder bisa menularkan penyakitnya, karena
itu penderita sebaiknya menghindari hubungan seksual sampai penderita dan mitra
seksualnya telah selesai menjalani pengobatan. Pada sifilis fase primer, semua
mitra seksualnya dalam 3 bulan terakhir terancam tertular. Pada sifilis fase
sekunder, semua mitra seksualnya dalam 1 tahun terakhir terancam tertular.
Mereka harus menjalani tes penyaringan antibodi dan jika hasilnya positif,
mereka perlu menjalani pengobatan. Antibiotik terbaik untuk semua fase sifilis
biasanya adalah suntikan penisilin.
f. Prognosis
Setelah menjalani pengobatan, prognosis untuk sifilis fase primer, sekunder dan
fase laten adalah baik. Prognosis untuk sifulis fase tersier pada hati atau
otak adalah buruk, karena kerusakan yang telah terjadi biasanya tidak dapat
diperbaiki.
3. Herpes Genitalis
a. Definisi
Herpes Genitalis adalah suatu penyakit menular seksual di daerah kelamin, kulit
di sekeliling rektum atau daerah di sekitarnya yang disebabkan oleh virus
herpes simpleks.
b. Etiologi
Penyebabnya adalah virus herpes simpleks. Ada 2 jenis virus herpes simpleks
yaitu HSV-1 dan HSV-2. HSV-2 biasanya ditularkan melalui hubungan seksual,
sedangkan HSV-1 biasanya menginfeksi mulut. Kedua jenis virus herpes simpleks
tersebut bisa menginfeksi kelamin, kulit di sekeliling rektum atau tangan
(terutama bantalan kuku) dan bisa ditularkan ke bagian tubuh lainnya (misalnya
permukaan mata). Luka herpes biasanya tidak terinfeksi oleh bakteri, tetapi
beberapa penderita juga memiliki organisme lainnya pada luka tersebut yang
ditularkan secara seksual (misalnya sifilis atau cangkroid).
c. Gejala
Gejala awalnya mulai timbul pada hari ke 4-7 setelah terinfeksi. Gejala awal
biasanya berupa gatal, kesemutann dan sakit. Lalu akan muncul bercak kemerahan
yang kecil, yang diikuti oleh sekumpulan lepuhan kecil yang terasa nyeri.
Lepuhan ini pecah dan bergabung membentuk luka yang melingkar. Luka yang
terbentuk biasanya menimbulkan nyeri dan membentuk keropeng. Penderita bisa
mengalami kesulitan dalam berkemih dan ketika berjalan akan timbul nyeri.
d. Diagnosa
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala-gejalanya. Untuk memperkuat diagnosa,
diambil apusan dari luka dan dibiakkan di laboratorium. Pemeriksaan darah bisa
menunjukkan adanya antibodi terhadap virus.
e. Pengobatan
Tidak ada pengobatan yang dapat menyembuhkan herpes genitalis, tetapi
pengobatan bisa memperpendek lamanya serangan. Jumlah serangan bisa dikurangi
dengan terus menerus mengkonsumsi obat anti-virus dosis rendah. Pengobatan akan
efektif jika dimulai sedini mungkin, biasanya 2 hari setelah timbulnya gejala.
Asikovir atau obat anti-virus lainnya bisa diberikan dalam bentuk sediaan oral
atau krim untuk dioleskan langsung ke luka herpes. Obat ini mengurangi jumlah
virus yang hidup di dalam luka sehingga mengurangi resiko penularan.
4. Uretritis Non-Gonokokus & Servisitis Klamidialis
a. Definisi
Uretritis Non-Gonokokus dan Servisitis Klamidialis merupakan penyakit menular
seksual yang biasanya disebabkan oleh Chlamydia trachomatis atau Ureaplasma
urealyticum (pada laki-laki), tetapi kadang-kadang disebabkan oleh Trichomonas
vaginalis atau virus herpes simpleks.
b. Penyebab
Chlamydia trachomatis menyebabkan sekitar 50% infeksi uretra yang bukan
disebabkan gonore pada laki-laki dan infeksi leher rahim (serviks) penghasil
nanah yang bukan disebabkan gonore pada wanita. Uretritis lainnya disebabkan
oleh Ureaplasma urealyticum, yang merupakan suatu bakteri yang menyerupai
mikoplasma.
c. Gejala
Biasanya antara 4-28 hari setelah berhubungan intim dengan penderita, seorang
pria akan mengalami perasaan terbakar yang ringan ketika berkemih. Biasanya
akan keluar nanah dari penis. Nanahnya bisa jernih atau agak keruh, tetapi
lebih encer daripada nanah gonore. Pada pagi hari, lubang penis sering tampak
merah dan melekat satu sama lain karena nanah yang mengering. Kadang-kadang
penyakit ini dimulai lebih dramatis. Timbul rasa sakit waktu berkemih,
frekuensi berkemih menjadi lebih sering dan dari uretra keluar nanah.
d. Diagnosa
Pada kebanyakan kasus, infeksi oleh Chlamydia trachomatis bisa didiagnosis
berdasarkan hasil pemeriksaan cairan dari penis atau leher rahim di
laboratorium. Infeksi Ureaplasma urealyticum tidak dapat didiagnosis secara
spesifik dengan pemeriksaan medis yang biasa. Karena pembiakannya sulit dan
teknik diagnostik yang lainnya mahal, maka diagnosis infeksi Chlamydia atau
Ureaplasma sering ditegakkan berdasarkan gejalanya yang khas disertai bukti
yang menunjukkan tidak adanya gonore.
e. Pengobatan
Biasanya diberikan antibiotik tetrasiklin atau doksisiklin per-oral (melalui
mulut), minimal selama 7 hari atau diberikan azitromisin dosis tunggal.
Tetrasiklin tidak boleh diberikan kepada wanita hamil.
f. Prognosis
Pada sekitar 60-70% penderita, jika tidak diobati, infeksi Chlamydia trachomatis
akan membaik dalam waktu 4 minggu. Pada sekitar 20% penderita, infeksi kembali
kambuh setelah penderita menjalani pengobatan.
5. Infeksi HIV
a. Definisi
Infeksi HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah suatu infeksi virus yang
secara progresif menghancurkan sel-sel darah putih dan menyebabkan AIDS
(Acquired Immunodeficiency Syndrome). Stadium akhir dari infeksi HIV adalah
AIDS.
AIDS adalah suatu keadaan dimana penurunan sistem kekebalan tubuh yang didapat
menyebabkan menurunnya kekebalan tubuh terhadap penyakit sehingga terjadi
infeksi, beberapa jenis kanker dan kemunduran sistem saraf. Seseorang yang
terinfeksi oleh HIV mungkin tidak menderita AIDS; sedangkan yang lainnya baru
menimbulkan gejala beberapa tahun setelah terinfeksi.
b. Penyebab
Penyebab terjadinya infeksi HIV adalah virus HIV-1 atau virus HIV-2 (lebih
jarang). 3 cara penularan virus kepada anak-anak: Ketika anak masih berada
dalam kandungan, Pada saat proses persalinan berlangsung, dan Melalui ASI.
c. Gejala
Infeksi sebelum selama atau segera setelah lahir, tidak langsung menampakkan
gejala. Pada 10-20% kasus, gejala baru timbul pada saat anak berumur 1-2 tahun;
sedangkan pada 80-90% kasus, gejalanya baru timbul beberapa tahun kemudian.
Sekitar 50% anak-anak yang terinfeksi HIV, terdiagnosis menderita AIDS pada
usia 3 tahun.
Pada anak-anak yang terinfeksi oleh HIV, bisa terjadi infeksi oportunistik
berikut; Pneumonia pneumokistik, Pneumonia interstisial limfoid (pneumonia yang
menjadi kronis dan kadang ditandai dengan batuk serta sesak nafas), Infeksi
bakteri, Meningitis, Infeksi jamur, Esofagitis (peradangan kerongkongan),
Kandidiasis (infeksi jamur), Infeksi virus, Herpes, Herpes zoster, Infeksi
parasit.
d. Diagnosa
Pada bayi baru lahir, pemeriksaan darah standar untuk antibodi HIV tidak
bersifat diagnostik karena jika ibunya terinfeksi HIV, maka darah bayi hampir
selalu mengandung antibodi HIV. Antibodi ini akan tetap berada dalam darah bayi
selama 12-18 bulan. Jika bayi tidak terinfeksi, maka setelah berumur 18 bulan,
antibodi ini akan menghilang; tetapi jika bayi terinfeksi, maka antibodi HIV
tetap ditemukan dalam darahnya. Karena itu untuk mendiagnosis infeksi HIV pada
bayi yang berumur kurang dari 18 bulan dilakukan pemeriksaan darah khusus,
yaitu reaksi rantai polimerase (PCR, polymerase chain reaction), tes antigen
p24 atau pembiakan virus HIV. Untuk bayi yang berumur lebih dari 18 bulan
dilalukan pemeriksaan darah standar untuk infeksi HIV.
e. Pengobatan
Semua obat-obatan ditujukan untuk mencegah reproduksi virus sehingga
memperlambat progresivitas penyakit. HIV akan segera membentuk resistensi
terhadap obat-obatan tersebut bila digunakan secara tunggal. Pengobatan paling
efektif adalah kombinasi antara 2 obat atau lebih, Kombinasi obat bisa
memperlambat timbulnya AIDS pada penderita HIV positif dan memperpanjang
harapan hidup. Dokter kadang sulit menentukan kapan dimulainya pemberian
obat-obatan ini. Tapi penderita dengan kadar virus yang tinggi dalam darah
harus segera diobati walaupun kadar CD4+nya masih tinggi dan penderita tidak
menunjukkan gejala apapun. AZT, ddI, d4T dan ddC menyebabkan efek samping
seperti nyeri abdomen, mual dan sakit kepala (terutama AZT).
f. Prognosis
Pemaparan terhadap HIV tidak selalu mengakibatkan penularan, beberapa orang
yang terpapar HIV selama bertahun-tahun bisa tidak terinfeksi. Di sisi lain
seseorang yang terinfeksi bisa tidak menampakkan gejala selama lebih dari 10
tahun. Tanpa pengobatan, infeksi HIV mempunyai resiko 1-2 % untuk menjdi AIDS
pada beberapa tahun pertama. Resiko ini meningkat 5% pada setiap tahun
berikutnya.Resiko terkena AIDS dalam 10-11 tahun setelah terinfeksi HIV
mencapai 50%. Sebelum diketemukan obat-obat terbaru, pada akhirnya semua kasus
akan menjadi AIDS.
Pengobatan AIDS telah berhasil menurunkan angka infeksi oportunistik dan
meningkatkan angka harapan hidup penderita. Kombinasi beberapa jenis obat
berhasil menurunkan jumlah virus dalam darah sampai tidak dapat terdeteksi.
Tapi belum ada penderita yang terbukti sembuh.
g. Pencegahan
Pencegahan penularan HIV dari ibu kepada bayinya dilakukan dengan cara
memberikan obat anti-HIV. Kepada ibu hamil yang diketahui terinfeksi HIV, pada
trimester kedua dan ketiga (6 bulan terakhir) diberikan AZT per-oral (melalui
mulut), sedangkan pada saat persalinan diberikan AZT melalui infus. Kepada bayi
baru lahir diberikan AZT selama 6 minggu. Tindakan tersebut telah berhasil
menurunkan angka penularan HIV dari ibu kepada bayinya, dari 25% menjadi 8%.
Pada persalinan normal, kemungkinan penularan HIV lebih besar, karena itu pada
ibu hamil yang terinfeksi HIV kadang dianjurkan untuk menjalani operasi sesar.
Resiko penularan melalui ASI relatif rendah. Jika tersedia susu formula yang
baik dan air yang bersih, maka sebaiknya ibu yang terinfeksi HIV tidak
memberikan ASI kepada bayinya. Jika air yang tersedia tidak bersih sehingga
besar kemungkinannya untuk terjadi diare atau kekurangan gizi, maka sebaiknya
ibu tetap memberikan ASI kepada bayinya karena pemberian ASI lebih
menguntungkan bagi kesehatan bayinya.