Search Here (:

Loading

Senin, 22 April 2013

PMS (Penyakit Menular Seksual)

Penyakit kelamin sudah lama dikenal di beberapa negara, terutama yang paling populer di antaranya adalah Sifilis dan Gonorrhoe. Dengan semakin majunya ilmu pengetahuan, makin banyak juga ditemukan jenis-jenis penyakit baru, sehingga istilah Penyakit Kelamin yang dulu banyak disebut sudah dianggap tidak sesuai lagi dan diubah menjadi Seksually Transmited Disease (STD) atau Penyakit Menular Seksual (PMS).
Karena pada kenyataanya penyakit-penyakit tersebut tidak hanya mengenai juga organ-organ yang lain.Dari tahun ke tahun insiden PMS bisa dikatakan semakin meningkat, terbukti dari data yang diperoleh terlihat setiap tahun tidak kurang dari 250 kasus baru ditemukan dan dari jumlah tersebut 30-50% merupakan penyakit-penyakit yang tergolong PMS. Peningkatan Insident tersebut secara tidak langsung juga terjadi karena semakin banyaknya kelompok perilaku-perilaku berisiko tinggi, seperti : anak-anak usia remaja, PSK (Pekerja Seks Komersial), pecandu narkotika, kaum homoseksual, dll.

 

 Penyakit Menular Seksual (PMS) adalah : Suatu gangguan/ penyakit-penyakit yang ditularkan dari satu orang ke orang lain melalui kontak atau hubungan seksual. Pertama sekali penyakit ini sering disebut ‘Penyakit Kelamin’ atau Veneral Disease, tetapi sekarang sebutan yang paling tepat adalah Penyakit Hubungan Seksual/ Seksually Transmitted Disease atau secara umum disebut Penyakit Menular Seksual (PMS).
Beberapa Penyakit Menular Seksual yang sering ditemukan di Indonesia antara lain:
1.    Disebabkan oleh Bakteri : Gonorrhoe, Sifilis, Urethritis, Vaginosis Bakterial
2.    Disebabkan Virus : AIDS, Herpes Genitalis, Hepatitis B, Kondiloma Akuminata
3.    Disebabkan oleh Jamur : Kandidiasis Vaginosis
4.    Disebabkan oleh Parasit : Scabies, Pedikulosis Pubis
B.    PENCEGAHAN PMS
Prinsip utama dari pengendalian Penyakit Menular Seksual secara prinsip ada dua, yaitu:
a.    Memutuskan rantai penularan infeksi PMS
b.    Mencegah berkembangnya PMS serta komplikasi-komplikasinya.
Gejala awal yang menjadi pertanda PMS, diantaranya :
1.    benjolan atau lecet di sekitar alat kelamin
2.    gatal atau sakit di sekitar alat kelamin
3.    bengkak atau merah di sekitar alat kelamin
4.    rasa sakit atau terbakar saat buang air kecil
5.    buang air kecil lebih sering dari biasanya
6.    demam, lemah, kulit menguning dan rasa nyeri sekujur tubuh
7.    kehilangan berat badan, diare dan keringat malam hari
8.    keluar cairan dari alat vital yang tidak biasa, berbau dan gatal
9.    pada wanita keluar darah di luar masa menstruasi dll
Pencegahan yang bisa dilakukan antara lain :
a.    Tidak melakukan hubungan seks, tidak berganti-ganti pasangan, menggunakan kondom setiap hubungan seks
b.    Menghindari transfusi darah dengan donor yang tidak jelas asal-usulnya
c.    Kebiasaan menggunakan alat kedokteran maupun non medis yang steril
Komplikasi dari PMS (termasuk AIDS) antara lain :
1.    Kemandulan baik pria atau wanita
2.    Kanker leher rahim pada wanita
3.    Kehamilan di luar rahim
4.    Infeksi yang menyebar
5.    Bayi lahir dengan kelahiran yang tidak seharusnya, seperti lahir sebelum cukup umur, berat badan lahir rendah, atau terinfeksi PMS
Perempuan lebih rentan tertular PMS dibandingkan dengan laki-laki. Alasan utamanya adalah:
1.    Saat berhubungan seks, dinding vagina dan leher rahim langsung terpapar oleh cairan sperma. Jika sperma terinfeksi oleh PMS, maka perempuan tsb pun bisa terinfeksi
2.    Jika perempuan terinfeksi PMS, dia tidak selalu menunjukkan gejala. Tidak munculnya gejala dapat menyebabkan infeksi meluas dan menimbulkan komplikasi
3.    Banyak orang — khususnya perempuan dan remaja — enggan untuk mencari pengobatan karena mereka tidak ingin keluarga atau masyarakat tahu mereka menderita PMS.
C.    JENIS-JENIS PMS
1.    GONORE
a.    Definisi
Infeksi menular seksual yang disebabkan oleh bakteri doplococcus gram-negatif Neisseria gonorrhoeae. Bakteri ini melekat dan menghancurkan membran sel epitel yang melapisi selaput lendir terutama epitel yang melapisi kanalis endoserviks dan uretra.
b.    Epidemiologi
Angka infeksi paling tinggi pada kaum muda, dengan yang tertinggi pada perempuan berusia 15-19 tahun dan laki-laki berusia 20-24 tahun, dan pada laki-laki yang berhubungan seksual dengan sesama jenis.
c.    Gejala dan tanda
Respon peradangan yang cepat disertai dekstruksi sel menyebabkan keluarnya sekret purulen kuning kehijauan khasdari uretra pada pria dan ostium serviks pada perempuan. Gejala dan tanda pada laki-laki dapat muncul 2 hari setelah pajanan dan mulai dengan uretritis, didikuti oleh sekret yang purulen, disuria, sering berkemih dan malaise, gatal-gatal pada anus sedangkan pada perempuan, gejala dan tanda timbul dalam 7-21 hari yang dimulai dengan sekret vagina, nyeri abdomen, nyeri rectum, gatal, dan tenesmus.
d.    Pemeriksaan diagnostik
Gonore dapat didiagnosis dengan cepat dengan pewarnaan gram terhadap apusan eksudat yang diambil dari tempat infeksi. Apusan positif bila ditemukan diplokoccus gram negatif intra sel. Untuk memastikan diagnosis harus dilakukan pembiakan dari semua kemungkinan tempat infeksi.
e.    Terapi
Gonorea dapat disembuhkan dengan penisilin mulai tahun 1940-an, namun sekarang banyak brkembang galur-galur gonorea yang resisten panisilin. Terapi yang saat ini direkomendasikan adalah golonga sefalosporin dan fluorokuinolon . Semua kontak seksual pasien yang terinfeksi harus dievaluasi dan ditawarkan terapi profilaktik.
2.    SIFILIS
a.    Definisi
Sifilis adalah penyakit menular seksual yang disebabkan oleh Treponema pallidum.
b.    Penyebab
Bakteri Treponema pallidum. Bakteri ini masuk kedalam tubuh manusia melalui selaput lendir (misalnya di vagina atau mulut) atau melalui kulit. Dalam beberapa jam, bakteri akan sampai ke kelenjar getah bening terdekat, kemudian menyebar ke seluruh tubuh melalui aliran darah. Sifilis juga bisa menginfeksi janin selama dalam kandungan dan menyebabkan cacat bawaan.
c.    Gejala
Gejala biasanya mulai timbul dalam waktu 1-13 minggu setelah terinfeksi; rata-rara 3-4 minggu. Infeksi bisa menetap selama bertahun-tahun dan jarang menyebabkan kerusakan jantung, kerusakan otak maupun kematian. Infeksi oleh Treponema pallidum berkembang melalui 4 tahapan: Fase Primer, Fase Sekunder, Fase Laten, dan Fase Tersier.
d.    Diagnosa
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala-gejalanya. Diagnosis pasti ditegakkan berdasarkan hasil pemeriskaan laboratorium dan pemeriksaan fisik. Ada 2 jenis pemeriksaan darah yang digunakan:
1.    Tes penyaringan : VDRL (venereal disease research laboratory) atau RPR (rapid plasma reagin).
2.    Pemeriksaan antibodi terhadap bakteri penyebab sifilis. Pemeriksaan ini lebih akurat.
e.    Pengobatan
Penderita sifilis fase primer atau sekunder bisa menularkan penyakitnya, karena itu penderita sebaiknya menghindari hubungan seksual sampai penderita dan mitra seksualnya telah selesai menjalani pengobatan. Pada sifilis fase primer, semua mitra seksualnya dalam 3 bulan terakhir terancam tertular. Pada sifilis fase sekunder, semua mitra seksualnya dalam 1 tahun terakhir terancam tertular. Mereka harus menjalani tes penyaringan antibodi dan jika hasilnya positif, mereka perlu menjalani pengobatan. Antibiotik terbaik untuk semua fase sifilis biasanya adalah suntikan penisilin.
f.    Prognosis
Setelah menjalani pengobatan, prognosis untuk sifilis fase primer, sekunder dan fase laten adalah baik. Prognosis untuk sifulis fase tersier pada hati atau otak adalah buruk, karena kerusakan yang telah terjadi biasanya tidak dapat diperbaiki.
3.    Herpes Genitalis
a.    Definisi
Herpes Genitalis adalah suatu penyakit menular seksual di daerah kelamin, kulit di sekeliling rektum atau daerah di sekitarnya yang disebabkan oleh virus herpes simpleks.
b.    Etiologi
Penyebabnya adalah virus herpes simpleks. Ada 2 jenis virus herpes simpleks yaitu HSV-1 dan HSV-2. HSV-2 biasanya ditularkan melalui hubungan seksual, sedangkan HSV-1 biasanya menginfeksi mulut. Kedua jenis virus herpes simpleks tersebut bisa menginfeksi kelamin, kulit di sekeliling rektum atau tangan (terutama bantalan kuku) dan bisa ditularkan ke bagian tubuh lainnya (misalnya permukaan mata). Luka herpes biasanya tidak terinfeksi oleh bakteri, tetapi beberapa penderita juga memiliki organisme lainnya pada luka tersebut yang ditularkan secara seksual (misalnya sifilis atau cangkroid).
c.    Gejala
Gejala awalnya mulai timbul pada hari ke 4-7 setelah terinfeksi. Gejala awal biasanya berupa gatal, kesemutann dan sakit. Lalu akan muncul bercak kemerahan yang kecil, yang diikuti oleh sekumpulan lepuhan kecil yang terasa nyeri. Lepuhan ini pecah dan bergabung membentuk luka yang melingkar. Luka yang terbentuk biasanya menimbulkan nyeri dan membentuk keropeng. Penderita bisa mengalami kesulitan dalam berkemih dan ketika berjalan akan timbul nyeri.
d.    Diagnosa
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala-gejalanya. Untuk memperkuat diagnosa, diambil apusan dari luka dan dibiakkan di laboratorium. Pemeriksaan darah bisa menunjukkan adanya antibodi terhadap virus.
e.    Pengobatan
Tidak ada pengobatan yang dapat menyembuhkan herpes genitalis, tetapi pengobatan bisa memperpendek lamanya serangan. Jumlah serangan bisa dikurangi dengan terus menerus mengkonsumsi obat anti-virus dosis rendah. Pengobatan akan efektif jika dimulai sedini mungkin, biasanya 2 hari setelah timbulnya gejala. Asikovir atau obat anti-virus lainnya bisa diberikan dalam bentuk sediaan oral atau krim untuk dioleskan langsung ke luka herpes. Obat ini mengurangi jumlah virus yang hidup di dalam luka sehingga mengurangi resiko penularan.
4.    Uretritis Non-Gonokokus & Servisitis Klamidialis
a.    Definisi
Uretritis Non-Gonokokus dan Servisitis Klamidialis merupakan penyakit menular seksual yang biasanya disebabkan oleh Chlamydia trachomatis atau Ureaplasma urealyticum (pada laki-laki), tetapi kadang-kadang disebabkan oleh Trichomonas vaginalis atau virus herpes simpleks.
b.    Penyebab
Chlamydia trachomatis menyebabkan sekitar 50% infeksi uretra yang bukan disebabkan gonore pada laki-laki dan infeksi leher rahim (serviks) penghasil nanah yang bukan disebabkan gonore pada wanita. Uretritis lainnya disebabkan oleh Ureaplasma urealyticum, yang merupakan suatu bakteri yang menyerupai mikoplasma.
c.    Gejala
Biasanya antara 4-28 hari setelah berhubungan intim dengan penderita, seorang pria akan mengalami perasaan terbakar yang ringan ketika berkemih. Biasanya akan keluar nanah dari penis. Nanahnya bisa jernih atau agak keruh, tetapi lebih encer daripada nanah gonore. Pada pagi hari, lubang penis sering tampak merah dan melekat satu sama lain karena nanah yang mengering. Kadang-kadang penyakit ini dimulai lebih dramatis. Timbul rasa sakit waktu berkemih, frekuensi berkemih menjadi lebih sering dan dari uretra keluar nanah.
d.    Diagnosa
Pada kebanyakan kasus, infeksi oleh Chlamydia trachomatis bisa didiagnosis berdasarkan hasil pemeriksaan cairan dari penis atau leher rahim di laboratorium. Infeksi Ureaplasma urealyticum tidak dapat didiagnosis secara spesifik dengan pemeriksaan medis yang biasa. Karena pembiakannya sulit dan teknik diagnostik yang lainnya mahal, maka diagnosis infeksi Chlamydia atau Ureaplasma sering ditegakkan berdasarkan gejalanya yang khas disertai bukti yang menunjukkan tidak adanya gonore.
e.    Pengobatan
Biasanya diberikan antibiotik tetrasiklin atau doksisiklin per-oral (melalui mulut), minimal selama 7 hari atau diberikan azitromisin dosis tunggal. Tetrasiklin tidak boleh diberikan kepada wanita hamil.
f.    Prognosis
Pada sekitar 60-70% penderita, jika tidak diobati, infeksi Chlamydia trachomatis akan membaik dalam waktu 4 minggu. Pada sekitar 20% penderita, infeksi kembali kambuh setelah penderita menjalani pengobatan.

5.    Infeksi HIV
a.    Definisi
Infeksi HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah suatu infeksi virus yang secara progresif menghancurkan sel-sel darah putih dan menyebabkan AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome). Stadium akhir dari infeksi HIV adalah AIDS.
AIDS adalah suatu keadaan dimana penurunan sistem kekebalan tubuh yang didapat menyebabkan menurunnya kekebalan tubuh terhadap penyakit sehingga terjadi infeksi, beberapa jenis kanker dan kemunduran sistem saraf. Seseorang yang terinfeksi oleh HIV mungkin tidak menderita AIDS; sedangkan yang lainnya baru menimbulkan gejala beberapa tahun setelah terinfeksi.
b.    Penyebab
Penyebab terjadinya infeksi HIV adalah virus HIV-1 atau virus HIV-2 (lebih jarang). 3 cara penularan virus kepada anak-anak: Ketika anak masih berada dalam kandungan, Pada saat proses persalinan berlangsung, dan Melalui ASI.
c.    Gejala
Infeksi sebelum selama atau segera setelah lahir, tidak langsung menampakkan gejala. Pada 10-20% kasus, gejala baru timbul pada saat anak berumur 1-2 tahun; sedangkan pada 80-90% kasus, gejalanya baru timbul beberapa tahun kemudian. Sekitar 50% anak-anak yang terinfeksi HIV, terdiagnosis menderita AIDS pada usia 3 tahun.
Pada anak-anak yang terinfeksi oleh HIV, bisa terjadi infeksi oportunistik berikut; Pneumonia pneumokistik, Pneumonia interstisial limfoid (pneumonia yang menjadi kronis dan kadang ditandai dengan batuk serta sesak nafas), Infeksi bakteri, Meningitis, Infeksi jamur, Esofagitis (peradangan kerongkongan), Kandidiasis (infeksi jamur), Infeksi virus, Herpes, Herpes zoster, Infeksi parasit.
d.    Diagnosa
Pada bayi baru lahir, pemeriksaan darah standar untuk antibodi HIV tidak bersifat diagnostik karena jika ibunya terinfeksi HIV, maka darah bayi hampir selalu mengandung antibodi HIV. Antibodi ini akan tetap berada dalam darah bayi selama 12-18 bulan. Jika bayi tidak terinfeksi, maka setelah berumur 18 bulan, antibodi ini akan menghilang; tetapi jika bayi terinfeksi, maka antibodi HIV tetap ditemukan dalam darahnya. Karena itu untuk mendiagnosis infeksi HIV pada bayi yang berumur kurang dari 18 bulan dilakukan pemeriksaan darah khusus, yaitu reaksi rantai polimerase (PCR, polymerase chain reaction), tes antigen p24 atau pembiakan virus HIV. Untuk bayi yang berumur lebih dari 18 bulan dilalukan pemeriksaan darah standar untuk infeksi HIV.
e.    Pengobatan
Semua obat-obatan ditujukan untuk mencegah reproduksi virus sehingga memperlambat progresivitas penyakit. HIV akan segera membentuk resistensi terhadap obat-obatan tersebut bila digunakan secara tunggal. Pengobatan paling efektif adalah kombinasi antara 2 obat atau lebih, Kombinasi obat bisa memperlambat timbulnya AIDS pada penderita HIV positif dan memperpanjang harapan hidup. Dokter kadang sulit menentukan kapan dimulainya pemberian obat-obatan ini. Tapi penderita dengan kadar virus yang tinggi dalam darah harus segera diobati walaupun kadar CD4+nya masih tinggi dan penderita tidak menunjukkan gejala apapun. AZT, ddI, d4T dan ddC menyebabkan efek samping seperti nyeri abdomen, mual dan sakit kepala (terutama AZT).
f.    Prognosis
Pemaparan terhadap HIV tidak selalu mengakibatkan penularan, beberapa orang yang terpapar HIV selama bertahun-tahun bisa tidak terinfeksi. Di sisi lain seseorang yang terinfeksi bisa tidak menampakkan gejala selama lebih dari 10 tahun. Tanpa pengobatan, infeksi HIV mempunyai resiko 1-2 % untuk menjdi AIDS pada beberapa tahun pertama. Resiko ini meningkat 5% pada setiap tahun berikutnya.Resiko terkena AIDS dalam 10-11 tahun setelah terinfeksi HIV mencapai 50%. Sebelum diketemukan obat-obat terbaru, pada akhirnya semua kasus akan menjadi AIDS.
Pengobatan AIDS telah berhasil menurunkan angka infeksi oportunistik dan meningkatkan angka harapan hidup penderita. Kombinasi beberapa jenis obat berhasil menurunkan jumlah virus dalam darah sampai tidak dapat terdeteksi. Tapi belum ada penderita yang terbukti sembuh.
g.    Pencegahan
Pencegahan penularan HIV dari ibu kepada bayinya dilakukan dengan cara memberikan obat anti-HIV. Kepada ibu hamil yang diketahui terinfeksi HIV, pada trimester kedua dan ketiga (6 bulan terakhir) diberikan AZT per-oral (melalui mulut), sedangkan pada saat persalinan diberikan AZT melalui infus. Kepada bayi baru lahir diberikan AZT selama 6 minggu. Tindakan tersebut telah berhasil menurunkan angka penularan HIV dari ibu kepada bayinya, dari 25% menjadi 8%. Pada persalinan normal, kemungkinan penularan HIV lebih besar, karena itu pada ibu hamil yang terinfeksi HIV kadang dianjurkan untuk menjalani operasi sesar.
Resiko penularan melalui ASI relatif rendah. Jika tersedia susu formula yang baik dan air yang bersih, maka sebaiknya ibu yang terinfeksi HIV tidak memberikan ASI kepada bayinya. Jika air yang tersedia tidak bersih sehingga besar kemungkinannya untuk terjadi diare atau kekurangan gizi, maka sebaiknya ibu tetap memberikan ASI kepada bayinya karena pemberian ASI lebih menguntungkan bagi kesehatan bayinya.